Lingerie dan Standar Kecantikan

Aku bertanya-tanya, sebetulnya siapa yang menentukan standar kecantikan? Apakah industri kecantikan yang mengistimewakan kulit mulus seputih salju dan rambut lurus panjang atau ikal bergelombang yang membangkitkan hasrat? Ataukah industri fashion dengan model-modelnya yang ramping? Atau masyarakat?

Teringat seorang laki-laki pernah mengirimkan gambar perempuan putih, ramping dengan rambut ikal bergelombang yang mengenakan lingerie:

Intinya, dia ingin aku mengenakan lingerie seperti itu. “Fokus ke stocking-nya aja,” ujarnya.

Aku bilang, “aku suka yang ini”:

Dulu saat remaja, aku pikir, di usia 30-an, aku akan seperti perempuan dewasa yang sering aku lihat di majalah Cosmopolitan milik tanteku. Perempuan karir yang mandiri, ramping, memakai high heels atau stiletto, mengenakan pencil skirt dan blouse yang pas di badan untuk memperlihatkan lekuk payudara yang penuh dan sempurna, serta make up untuk menonjolkan tulang pipi dan bibir yang penuh. Aku pikir.

Nyatanya, aku suka sekali dengan make up. Aku selalu menaburkan foundation dan bedak agar wajahku terlihat segar, mengoleskan bibirku dengan lipstick berwarna merah gelap dan tentunya bronzer di pipi agar warna kulitku tampak lebih matang. Nyatanya, aku suka menata rambutku. Rutinitas pagi yang membuat mood menjadi lebih baik, bersemangat menjalani hari dan entah kenapa perasaan menjadi lebih membuncah.

Nyatanya juga, aku sangat suka casual outfit  ke kantor, flat shoes, atau sneakers. Karena itu, banyak orang menyangka umurku belum sampai 30. Senang, tapi aku ingin seperti perempuan dewasa lainnya.

Nyatanya, laki-laki yang mengirimiku gambar lingerie itu suka dengan perempuan dewasa. Perempuan ini di pertengahan 40. Sexually attractive. Putih dan ramping.

Ada seorang perempuan lagi yang masih berkaitan dengan laki-laki itu. Usianya belum 30. Tapi, dia pernah menyanjungku, “Untuk jadi PR, (kita) harus cantik seperti kamu?”. Dan, ia mewarnai rambutnya sepertiku. Gede kepala ya, mungkin hanya asumsiku.

Terkadang, kita selalu melihat orang lain tampak lebih menarik dari kita. Lebih cantik karena standar kecantikan Indonesia terkontaminasi oleh fisik orang Belanda yang pernah menjajah kita, bahwa putih identik dengan bersih, bahwa ramping identik dengan pintar merawat diri, bahwa berambut lurus tidak kelihatan kusut. Tapi, apakah standar kecantikan itu ditentukan oleh laki-laki yang kita sukai? Atau, kita yang menentukan dan membuatnya menjadi tren?

6 thoughts on “Lingerie dan Standar Kecantikan

  1. Hey Bung. Glad to know that someone out there is still writing hahaha.
    Btw, tulisan ini ok cm mnrt gw agak hilang fokus dikit ya ketika bicara soal standar kecantikan. Agak terpecah mana yg mau dijadikan dasar antara standar cantik yang dilihat dr bentuk tubuh seorang wanita dengan standar cantik yg dilihat dr bagaimana dia berpakaian. Tentu kalau lihat dari judul, penulis cenderung ingin bicara standar yang kedua ya.

    Like

    1. Ah so happy you read it! Yes, Mas. Lingerie cuma hook. Kadang ada satu hal yg nggak nyambung dan kita teringat persoalan lain. Gaya penulisan gw agak berubah, kita japri aja soal itu ya. Thank you Thomas 🙏🏼

      Like

  2. Aku sering dibilang orang cantik karena kulitku. Pas mendekat, mungkin mereka baru sadar bahwa warna kulit tidak membuat orang jadi cantik karena mukaku biasa saja (standar siapa?) mwahaha. Aku ga suka dandan ataupun sisiran. Tapi lumayan mengusir hama-hama pengincar kulit putih menyingkir. Kupikir, yang penting aku merasa cantik dan nyaman diriku sendiri. Mas-nya sapose emang, gantengnya dah kaya Brad Pitt mau bikin kita saing2an? 🤭

    Like

    1. Hahaha lesson learned buat gw sih akhirnya ya kita sendiri yang menentukan untuk mencintai diri sendiri dan memupuk rasa percaya diri kita juga. Nggak peduli orang mau gimana, kalau kita nyaman yasudah jalanin hehehe

      Like

  3. Aku sukaaaaak banget sama lingerie 😆😆😆 lumayan punya banyak. Lingerie buat gue sama kayak fashion item lainnya, jadi nggak pernah beli buat niat nyenengin Kirun 😅😅😅. Salah satu dari sedikit memori tentang alm mami adalah dia selalu manggil gue dengan sebutan cantik, bukan “adek” atau “ajeng”. Dan sampe gede itu kayak doktrin nempel di otak. Gara-gara itu gue nggak pernah ngerasa nggak cantik 😂😂😂 apapun yg terjadi dalam hidup gue, seburuk apapun itu, tapi satu hal itu gue nggak pernah ragu, bahwa menurut nyokap, gue cantik. Dan itu cukup. Gue pernah ketemu orang yg menganggap dirinya nggak cantik (padahal menurut gue dia cantik) sampe nggak suka difoto, nggak pedean dlsb. Sejak itu baru realize kalo hal simple yg dilakukan nyokap itu berkat luar biasa banget buat gue sampai saat ini. Karena doktrin itu akhirnya gue pede pake apapun yg gue suka bahkan kalopun orang bilang gue nggak pantes makenya 🤣🤣🤣 termasuk lingerie 😆😆😆

    Like

    1. Aaawww thank you Jeng. Kita semua cantik, kita yang menentukan bukan orang lain. Harus nyaman dengan diri sendiri, dengan tubuh sendiri, jadi orang lain akan merasakan hal yg kita rasakan juga 😉

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s